Teman, kau tentu tahu bukan 3 amalan yang selalu mengalir pahalanya?
Yup... betul sekali.
Pertama, do’a anak yang
sholeh,
Kedua, sedekah jahiriah,
Ketiga, ilmu yang bermanfaat.
***
Teman, izinkanlah aku bercerita mengenai poin yang ketiga yaitu ilmu yang bermanfaat.
Cerita ini adalah mengenai
guru SMA ku dulu. Awalnya, ku tak berniat untuk mempostingnya di sini. Tapi,
setelah ku pertimbangkan ada baiknya bagiku untuk mempostingnya, dengan niat
semata-mata hanya untuk menjadi pelajaran bagiku dan kita semua.
Beliau adalah guru Matematika di sekolahku yang terkenal dengan kedatangnya yang lebih
awal ke sekolah. Setengah jam sebelum bel masuk berbunyi Beliau telah berada di
sekolah. Bahkan Beliau datang lebih awal dari penjaga sekolah, datang sebelum
pagar sekolah dibuka. Dan tahukah kau teman betapa bersahajanya Beliau? Dia
selalu naik angkot pergi kesekolah dan kemudian berjalan beberapa meter
dari pangkalan angkot menuju sekolah.
Dulu, waktu kelas 3 SMA, aku dan teman-temanku pernah les kerumah Bapak.
Karena selain mengajar di sekolah, beliau
juga mengajar les dirumah. Karena pulang sekolah selepas zuhur maka kami
(aku dan beberapa orang teman sekelasku) mendapat jatah belajar jam 2 dan
terkadang jam 4 sore. Tak jarang, setiap kami mendapatkan jatah belajar jam 4
sore selalu kami temukan Bapak pulang dari Masjid melaksanakan shalat ashar
berjama’ah.
Teman, ku rasa Kau pun tahu
betapa sulitnya pelajaran Matematika itu kan? Membuat rambutmu keriting dan dahimu berkerut. Tapi, entah mengapa kalau
sudah Bapak yang menerangkan pelajaran, Matematika pun terasa begitu mudah
dimengerti. Tak jarang kami pusing tujuh keliling dikarenakan soal-soal yang
kami hadapi, dan bahkan kami tidak bisa menjawabnya
walaupun sudah didiskusikan bersama-sama. Namun, sungguh sangat teramat mudah bagi sang Bapak
menjawabnya. Ketika kami membutukhan berlembar-lembar kertas buram untuk
menjawab satu soal dan tak menemukan jawaban yang tepat, maka beliau tak
menggunakan selembar kertaspun untuk menemukan jawabannya. Bagaikan membalikkan
telapak tangan atau mengedipkan mata mudahnya pelajaran Matematika bagi beliau.
Hm...
Teman, tidak hanya siswa-siswa SMA di sekolahku saja yang belajar
sama beliau, namun siswa-siswa SMA lainnya pun juga les Matematika di tempat Bapak bahkan siswa-siswa dari SMA favorit di kotaku. Rumah beliau akan selalu
padat mulai dari jam 2 sampai jam enam sore. Bahkan sampai jam 8 malampun masih
ada siswa yang les dirumah beliau. Begitu padatnya agenda beliau, sang bapak
tak pernah emsosi mengajar kami. Bahkan istimewanya lagi, setiap waktu shalat
masuk, beliau selalu shalat tepat pada waktunya. Terkadang, jikalau tidak
terlalu mendesak beliaupun pergi shalat ke masjid. Sebelum beliau pergi shalat,
kami selalu diberi soal-soal. Setelah itu didiskusikan sekembalinya beliau dari
masjid.
Tak hanya itu. Nampaknya sang bapak juga tak pernah sengaja menagih
uang les kepada kami dengan cara mengingatkan kami untuk membayar uang les tiap
bulannya. Tampak bagiku seolah-olah beliau berlelah-lelah mengajar bukanlah
untuk mengharapkan uang dan pamrih. Namun agaknya kamipun tahu
tentang kewajiban kami itu. Walaupun Bapak tak pernah menagih uang les kepada
kami, kami tetap membayarkanya disetiap bulannya.
Begitulah teman cerita mengenai guru Matematikaku. Diantara semua
kebaikan yang terdapat pada diri sang Bapak ada dua hal yang mencuri
perhatianku. Pertama, beliau selalu ikhlas dan tak pernah marah dalam mengajar.
Kedua, beliau selalu mengusahakan shalat tepat pada waktunya.
Hingga suatu hari, pada saat-saat yang tidak diduga, seminggu
setelah UAN. Aku mendapat berita bahwa bapak telah berpulang kepangkuan Nya.
Tanpa pikir panjang, kami siswa beliau pergi kerumah bapak untuk menjenguk. Dan
tahukah kau kawan, siapakah imamnya? ANAK beliau... dan tahukah kau... masjid
(yang ukurannya yang besar itu) penuh oleh para siswa yang men-shalati beliau.
Tak ada sedikitpun space yang
tersisa. Ratusan... ya... lebih dari seratus orang yang men-shalati dan
mengantarkan beliau ke pemakaman... SUBHANALLAH... betapa indah sekali akhir
dari perjalanan hidup beliau.
Sekarang, Beliau telah pergi untuk selamanya. Sungguh buah yang manis
atas segala keikhlasannya dalam mengajar telah dipetiknya. Terimakasih Bapak, tak hanya belajar tentang Matematika yang ku
dapat dari engkau. Namun tak kalah pentingya engkau telah mengajarkan akan arti
keikhlasan dan kecintaan terhadap Sang pemilik ilmu.
***
sumber gambar: http://www.distancelearning.com/wp-content/uploads/2012/11/teachers.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar